Jumat, 03 Mei 2013

DEKAT GUNUNG PERAHU SEBELAH BARAT TEMPURAN

“Tidak berkesempatan menghias diri, sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.”
“Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang. Lahir di bumi Mekah. Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.”
“Raja keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.”
(Kitab Musarar Jayabaya, Sinom: Bait 22, 27 dan 28)

Jadi, Prabu Jayabaya menyebutkan 2 tempat yang berbeda dan 2 nama yang berbeda; yang pertama adalah Putra Batara Indra di Timur Gunung Lawu (akhirnya kita temukan bahwa itu Malang) dan yang kedua adalah Ratu Amisan yang rumahnya “letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran”. Dimanakah itu? Mari kita berpetualang mencarinya.

Pertama kita pecahkan dulu teka-teki “Semarang Tembayat”.

Sunan Bayat (nama lain: Pangeran Mangkubumi, Susuhunan Tembayat, Sunan Pandanaran (II), atau Wahyu Widayat) adalah tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang disebut-sebut dalam sejumlah babad serta cerita-cerita lisan. Ia terkait dengan sejarah Kota Semarang dan penyebaran awal agama Islam di Jawa, meskipun secara tradisional tidak termasuk sebagai Wali Sanga. Makamnya terletak di perbukitan ("Gunung Jabalkat") di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah, dan masih ramai diziarahi orang hingga sekarang. Dari sana pula konon ia menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat wilayah Mataram. Tokoh ini dianggap hidup pada masa Kesultanan Demak (abad ke-16).

Terdapat paling tidak empat versi mengenai asal-usulnya, namun semua sepakat bahwa ia adalah putra dari Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang. Sepeninggal Ki Ageng Pandan Arang, putranya, Pangeran Mangkubumi, menggantikannya sebagai bupati Semarang kedua. Alkisah, ia menjalankan pemerintahan dengan baik dan selalu patuh dengan ajaran – ajaran Islam seperti halnya mendiang ayahnya. Namun lama-kelamaan terjadilah perubahan. Ia yang dulunya sangat baik itu menjadi semakin pudar. Tugas-tugas pemerintahan sering pula dilalaikan, begitu pula mengenai perawatan pondok-pondok pesantren dan tempat-tempat ibadah.

Sultan Demak Bintara, yang mengetahui hal ini, lalu mengutus Sunan Kalijaga dari Kadilangu, Demak, untuk menyadarkannya. Terdapat variasi cerita menurut beberapa babad tentang bagaimana Sunan Kalijaga menyadarkan sang bupati. Namun, pada akhirnya, sang bupati menyadari kelalaiannya, dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan duniawi dan menyerahkan kekuasaan Semarang kepada adiknya.
Pangeran Mangkubumi kemudian berpindah ke selatan (entah karena diperintah sultan Demak Bintara ataupun atas kemauan sendiri, sumber-sumber saling berbeda versi), didampingi isterinya, melalui daerah yang sekarang dinamakan Salatiga, Boyolali, Mojosongo, Sela Gringging dan Wedi, menurut suatu babad. Konon sang pangeran inilah yang memberi nama tempat-tempat itu). Ia lalu menetap di Tembayat, yang sekarang bernama Bayat, Klaten, dan menyiarkan Islam dari sana kepada para pertapa dan pendeta di sekitarnya. Karena kesaktiannya ia mampu meyakinkan mereka untuk memeluk agama Islam. Oleh karena itu ia disebut sebagai Sunan Tembayat atau Sunan Bayat.

Begitulah kisahnya. Disebutkan bahwa lokasi Ratu Amisan tadi di dekat Gunung Perahu, ada yang mengartikan gunung perahu itu adalah Tangkuban Perahu di Jawa Barat ada juga yang mengartikan Gunung Perahu di Dieng. Kemudian banyak dari para pencari Ratu Adil/Ratu Amisan, mengatakan bahwa “Semarang Tembayat” adalah di Semarang Bagian Barat Daya. Ada yang mengartikan itu adalah daerah di dekat Gunung Perahu di Pegunungan Dieng. Ada yang mencoba mengartikan tempat yang dimaksut adalah di Jabalkat, Bayat, Klaten tempat kuburan dari Sunan Bayat tapi kemudian menganulirnya karena menganggap Klaten sangat jauh dari Gunung Perahu.
   

(Gambar: Buku Ratu Adil Telah Muncul Dari Jabalkat dan Komplek Pemakaman Sunan Bayat/Pandanaran di Gunung Jabalkat, Bayat, Klaten)

“Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.” Begitulah Prabu Joyoboyo tuliskan, artinya kita harus pecahkan dulu teka-teki “Semarang Tembayat” ini. Dalam cerita Sunan Bayat tadi disebutkan bahwa beliau berjalan/pindah dari Semarang ke Bayat memenuhi perintah Sunan Kalijaga. Kemudian beliau meninggal dan dikuburkan di Bukit Jabalkat, Bayat, Klaten. Tapi di Klaten tidak kita temui Gunung Perahu, yang kita temui Cuma bukit-bukit saja. Hmmm... coba kita cari lebih giat lagi. Coba kita googling “Bayat Klaten Perahu”, maka kita akan terkejut, bahwa di Klaten ada miniatur kembaran Gunung Tangkuban Perahu yang bernama Watu Prau (Batu Perahu).

Watu Prau: Miniatur Gunung Perahu

Watuprau (Batu Perahu) dinamakan seperti ini karena batu tersebut mempunyai bentuk mirip perahu terbalik (mirip Gunung Tangkuban Perahu namun dalam skala lebih kecil). Lokasi Obyek wisata yang mempunyai jarak dari kota Klaten ± 15 km, terletak di Gunung Gajah, Kecamatan Bayat, obyek ini merupakan potensi spesifik suasana alam pegunungan dan pemandangan alam yang indah dan alami.

Watuprau mempunyai legenda yang mirip dengan cerita Tangkuban Perahu di Jawa Barat. Konon, pada zaman dahulu Roro Denok hendak dipersunting oleh Joko Tua, namun Rara Denok tidak menginginkan pernikahan itu terjadi, Roro Denok akan menyetujui pinangan tersebut namun dengan syarat Joko Tua harus membuatkan perahu dan mengisinya dengan bermacam-macam perhiasan dan ternak dalam waktu semalam.

Joko tua yang sakti mandraguna tidak menolak persyaratan tersebut, dengan bantuan jin permintaan Roro Denok dapat selesai sesuai kurun waktu yang ditentukan. Namun dengan kecerdikan Roro Denok, syarat itu tidak dapat dipenuhi yang membuat Joko Tua murka. Perahu yang hampir selesai di tendangnya, sehingga menelungkup dan di sertai sumpahnya bahwa keturunan yang berasal dari daerah Roro Denok akan menjadi perawan tua.


  
(Gambar: Watu Prau dan Fosil Kerang Sungai)

Di watuprau ini  terdapat fosil-fosil dan bermacam-macam batuan, diantaranya adalah Fosil Kece (Kerang Sungai), menurut orang sekitar fosil kerang sungai yang mirip uang logam tersebut adalah uang dari Joko Tuo tadi yang membatu bersama perahu yang ditendangnya kemudian terbalik.
Sekarang Watu Prau menjadi milik Fakultas Geologi UGM yang digunakan sebagai sarana penilitian. Diatas Watu Prau telah ada lobang bor guna mengambil sampel isi batuan tadi. Menurut kabar, Watu Prau ini batuan yang usianya sangat tua dan mengandung mineral dan fosil yang menarik untuk diteliti, bahkan dari Luar Negeri pun ikut melakukan penelitian. Tapi belum ada hasil penelitian yang di publish atas Watu Prau ini. Kalau melihat bahwa ada Fosil Kerang Sungai di Watu Prau maka bisa diambil kesimpulan sementara bahwa dulu disitu adalah bekas aliran sungai.

Mencari Tempuran (Pertemuan 2 Sungai)

Coba kita cari pertemuan 2 sungai (tempuran) di Klaten, kita dapatkan pertemuan sungai Bengawan Solo dan Kali Dengkeng, tepatnya di Desa Serenan, Kecamatan Juwiring, Klaten. Kok, agak jauh dari Bayat. Coba kita cari lagi. Sekarang kita coba dengan Wikimapia.org untuk mencari tempuran di Klaten, setelah kita pelototi peta Klaten akhirnya dapat juga “tempuran”. Ada nama Dukuh Tempuran Kulon dan Tempuran Wetan di Desa Kampung, Kecamatan Ngawen, Kab. Gunung Kidul. Dukuh Tempuran terletak di sebelah selatan Bayat, Klaten dan jaraknya cukup dekat. Silahkan lihat di Google Earth.

Tapi cukup bingung juga, di Dusun Tempuran tadi, lewat Google  tidak kita temukan pertemuan 2 sungai (tempuran). Banyak tempat di Jawa yang bernama tempuran, dan diberi nama itu karena lokasinya dekat dengan pertemuan 2 sungai. Tempuran sendiri berarti bertemunya/bertempurnya arus 2 sungai. Maka bisa kita ambil kesimpulan bahwa nama Dusun Tempuran tadi punya sejarah, kemungkinan besar dulu tempat tersebut adalah pertemuan 2 sungai yang sekarang sudah mengering atau tertibun. Ingat Watu Prau yang ada fosil Kerang Sungai tadi? Berarti disitu dulu pernah ada sebuah sungai yang sekarang kering/tertimbun.
Kita lanjutkan petualangan kita dengan wikimapia.org, setelah bayat dan tempuran, coba kita geser ke barat daya sedikit. Disana ada Gunung Api Purba Nglanggeran. Letaknya di Patuk, Gunung Kidul. Gunung ini sudah tidak aktif lagi setelah dulu pernah meletus dahsyat. Menurut penelitian usianya lebih tua dari Merapi, bahkan waktu Gunung Nglanggeran masih aktif, Gunung Merapi belum ada. Dan sudah menjadi pengetahuan kita semua, bahwa Gunung Berapi dibawahnya mengalir sungai-sungai. Seperti Gunung Arjuno yang dibawahnya mengalir sungai arjuno, atau Kaligendol, Kali Code yang mengalir dari Gunung Merapi. Dusun Tempuran tadi berada di timur Gunung Api Purba Nglanggeran, jadi sangatlah mungkin bahwa dulu di Dusun tersebut mengalir sebuah sungai, bahkan 2 buah sungai sehingga terjadi pertemuan 2 sungai di dusun tadi.
Setelah kita dapatkan hasil bahwa yang dimaksud Semarang Tembayat adalah Bayat Klaten dan Gunung Perahu adalah Watu Prau di Bayat Klaten serta Tempuran adalah Dusun Tempuran, Desa Kampung, Kec. Ngawen, Kab. Gunung Kidul, maka menurut tulisan Prabu Jayabaya tadi bahwa lokasi Ratu Amisan berada di Dekat Gunung Perahu sebelah Barat Tempuran, maka coba kita lihat ke barat lokasi tempuran, maka akan kita dapati Jogja. Apakah Ratu Amisan dari Jogja? Tapi Jogja yang mana? Luas sekali Jogja. Di barat Tempuran ada Kec. Gantiwarno, Kec. Prambanan dan Kec. Piyungan. Disana ada 2 Candi; Candi Prambanan dan Candi Ratu Boko. Lebih ke barat lagi ada Kraton Yogyakarta.



Mungkinkah Ratu Amisan yang bergelar Sultan Erucokro  itu Sultan Yogyakarta? Atau Boediono, wapres dari Sleman? Atau keluarga besar Amin Rais? Atau bahkan Emha Ainun Najib, orang Jawa Timur yang berumah di dekat Kraton Yogyakarta? Atau Anies Baswedan, Cucu AR Baswedan?

continue reading

POHON ANDONG; SEBUAH BENANG MERAH

Disebutkan bahwa rumah Pemuda Gembala terdapat pohon handeuleum dan hanjuang yang rimbun. Mari kita googling “Handeuleum” dan “Hanjuang”, maka kita dapatkan bahwa Handeuleum adalah sebutan orang sunda untuk tanaman Daun Ungu (Graptophyllum pictum) sedangkan Hanjuang  adalah sebutan orang sunda untuk tanaman Pohon Andong (Cordyline fructicosa).

Bila kita search Hanjuang, maka kita dapatkan hasil; hanjuang.com, Hanjuang.com menyediakan informasi dan penjualan online oleh-oleh  minuman tradisional  khas Priangan – Jawa Barat, produksi Cintek – Cimahi – Indonesia. Minuman tradisional khas Priangan seperti bandrek, bajigur, beas cikur/beras kencur, kopi, en teh, coklat, kopi bandrek, coklat bandrek, en teh bandrek, kopi bajigur dan sakoteng biasanya terdapat di daerah seperti Cianjur, Sukabumi, Banten, Sumedang, Cirebon, Majalengka, Garut, Tasikmalaya, Kabupaten Bandung, Bandung. Tapi bila kita teliti lebih lanjut, tak dapat ditemukan bahwa hanjuang digunakan sebagai bahan pembuat minuman-minuman itu tadi. Tidak tahu kenapa website tadi diberi nama hanjuang.com. Memang Hanjuang ini memang tumbuh banyak di daerah Jawa Barat. Khasiatnya adalah untuk obat batuk darah, haid kebanyakan dan ambeien berdarah.


(Gambar: Pohon Hanjuang (Andong) dan Minuman Cap Hanjuang)

Sekarang kita googling “Daun Ungu”. Ternyata daun Ungu adalah obat tradisional/herbal untuk ambeien/wasir. Tak hanya itu kemampuan yang dimiliki oleh daun ungu. Sebagai analgesik pun, khasiat daun ungu teruji sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Dr drg Nur Permatasi MS, dr Umi Kalsum MKes, dan dr Nurdiana MKes dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Mereka menyatakan bahwa kandungan alkaloid dalam daun ungu mempunyai kemampuan sebagai anti inflamasi dan juga sebagai analgesik pada hewan percobaan.

 




(Gambar: Pohon Handeuleum (Daun Ungu) dan Kapsul Daun Ungu Malang)


Mari kita googling lebih dalam lagi tentang Hanjuang atau Pohon Andong ini, maka anda akan terkaget seperti saya. Maskot kota Malang, untuk fauna-nya adalah Burung manyar (Ploceus Manyar) dan maskot flora-nya adalah pohon andong (Cordyline fructicosa) atau Hanjuang. Ini ditetapkan dengan SK Gubernur nomor 5225/16774/032/1996. Bagian Lingkungan Hidup Kota Malang setelah terbitnya SK Gubernur itu sempat ingin mengajukan pohon palem raja yang biasanya menjadi tempat bersarangnya burung manyar sebagai ciri khas Kota Malang agar sesuai. Tetapi karena SK Gubernur telah telanjur keluar maka ciri flora Kota Malang tetap yaitu pohon andong. Sudah menjadi suratan takdir untuk Malang!.

Di Malang memang banyak tumbuh Hanjuang atau Pohon Andong ini sehingga ditetapkan sebagai maskot Kota Malang. Dan di Malang juga banyak terdapat pohon Handeuleum atau Daun Ungu. Apakah ini berarti rumah Pemuda Gembala yang disebutkan Prabu Siliwangi ada di Malang? Padahal Putra Batara Indra yang disebutkan Prabu Jayabaya rumahnya  di Malang. Disebutkan bahwa Putra Batara Indra rumahnya di timur Sungai Brantas, maka Pemuda Gembala rumahnya diujung sungai. Dari siru, sementara ini kita simpulkan bahwa Pemuda Gembala itu adalah sebutan lain dari Putra Batara Indra, arek Malang.



“Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!” (Uga Wangsit Siliwangi)

     Untuk membuat tulisan Prabu Siliwangi diatas menjadi masuk akal maka kita dapat hubungkan bahwa rumah Putra Batara Indra (Pemuda Gembala) adalah di Malang kemudian pada suatu masa pergi dari rumahnya diajak/bersama Pemuda Berjanggut untuk membuka lahan baru di Lebak Cawene (Bandung).

continue reading

LEBAK CAWENE ATAU LEMBAH CAWAN

Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné! (Uga Wangsit Siliwangi)

Ada beberapa pendapat tentang lokasi lebak cawene ini. Ada yang berpendapat Lebak Cawene adalah Gunung Perahu di Dieng, Jawa Tengah. Ada yang berpendapat Lebak Cawene adalah daerah Borobudur. Mari kita cari bersama-sama Lebak Cawene ini.

Lebak Cawene. Lebak artinya adalah dataran rendah yang kalau hujan digenangi air.  Sedangkan Sawah Lebak adalah sawah di pinggir sungai yang pengairan sawah tersebut berasal dari sungai, sehingga sawah harus lebih rendah dari permukaan sungai agar air bisa mengairinya.

 Di Banten ada Kabupaten Lebak yang merupakan bekas Kasultanan Banten dan memang Kabupaten Lebak berada di dataran rendah, lereng Gunung Halimun. Apakah ini yang dimaksud Lebak Cawene? Tunggu dulu. Kita bahas dulu kata Cawene. Cawene diartikan sebagai Cawan atau Cangkir. Cawan adalah tempat minuman. Jadi kalau kita gabungkan, Lebak Cawene adalah; dataran rendah atau lembah atau cekungan  seperti cawan yang terisi air. Maka dapat kita simpulkan itu adalah Danau. Apakah Putra Batara Indra dan Pemuda Berjanggut membuka lahan baru di Danau? Hmmm... kelihatanya tidak mungkin. Yang mungkin adalah, mereka membuka lahan baru di tempat bekas danau.

Mari kita coba search seputar bekas danau di jawa barat, maka kita akan diarahkan kepada kalimat “Cekungan Bandung” atau “Danau Purba Bandung”. Dibawah ini saya kutipkan berita dari Kompas.com dengan judul berita “Mangkuk Purba Cekungan Bandung”;

KOMPAS.com - Kawasan Bandung dan sekitarnya bisa diibaratkan mangkuk bentukan bumi ratusan ribu tahun lalu. Bentangan alam itu biasa disebut Cekungan Bandung. Cekungan Bandung berbentuk elips dengan arah timur tenggara-barat laut, dimulai dari Nagreg di sebelah timur sampai ke Padalarang di sebelah barat. Jarak horizontal cekungan sekitar 60 kilometer. Adapun jarak utara-selatan sekitar 40 kilometer. Cekungan itu kian nyata jika dikaitkan dengan kurungan gunung di sekitarnya.
Konon, raibnya danau itu disebabkan kebocoran. Namun, ada yang berargumen itu diakibatkan pendangkalan karena adanya material yang terbawa ke danau dan mengendap.
(http://nasional.kompas.com/read/2012/04/12/08393159/Mangkuk.Purba.Cekungan.Bandung)
  


(Gambar: Danau Purba Bandung dan Buku Wisata Bumi Cekungan Bandung)

Di Cekungan Bandung ada hal lain yang sangat terkenal, yaitu “Patahan Lembang” atau “Sesar Lembang”, orang asing menyebutnya “Lembang Fault”. Di Lembang, sesar itu membentuk retakan tektonik memanjang lebih dari 22 km. Penelitian dari ITB berhasil memantau aktivitas Sesar Lembang yang selama ini diketahui sebagai salah satu sesar yang aktif. "Sesar ini bergerak dengan kecepatan 2-4 mm per tahun," kata Irwan Meilano, peneliti gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang terlibat dalam penelitian.
Irwan mengungkapkan bahwa sesar adalah kenampakan morfologis yang khas akibat proses tektonik. Suatu sesar dikatakan aktif bila mengalami deformasi dalam 10.000 tahun terakhir. Berdasarkan penelitian, pada 2.000 tahun yang lalu pernah terjadi gempa di sekitar sesar Lembang dengan magnitud 6,8. Pada 500 tahun yang lalu, juga pernah terjadi gempa bermagnitud 6,6. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi hasil penelitian sebelumnya dan perkiraan-perkiraan sebelumnya.
Sementara itu, Eko Yulianto, pakar geoteknologi dari LIPI, mengatakan bahwa meski Sesar Lembang aktif, banyak masyarakat di sekitar Sesar Lembang yang belum mengetahui bahwa mereka hidup di wilayah rawan. Eko juga mengungkapkan bahwa selain banyak pemukiman, banyak juga sekolah yang berada di lokasi sesar Lembang. Pihak sekolah juga belum mengetahui bahwa sekolah terletak di lokasi sesar. Untuk upaya sosialisasi pada masyarakat, tim peneliti berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah sehingga bisa memberikan penyadaran secara berkelanjutan.
  

(Gambar: Garis Merah, Patahan Lembang dan Situ Umar dijadikan Lembang Floating Market (LFM) )

Lembang sendiri adalah nama salah satu Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat. Lembang terkenal pula sebagai tempat wisata karena daerahnya yang sejuk di lereng Gunung Tangkuban Perahu. Di lembang terdapat 3 mata air besar yaitu Situ Lembang, Situ Umar dan Situ Karang Putri. Lembang sendiri artinya sama dengan lebak. Pengertian yang mendekati kenyataan adalah apa yang diterjemahkan oleh R.J.Wilkinson dalam kamusnya ‘ A Malay English Dictionary’ (Singapore, 1903): lembang adalah tanah yang berlekuk, tanah yang rendah, akar yang membengkak karena terendam lama di dalam air. Menurut Kamus Dewan (karya Dr. T.Iskandar, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1986),lembang berarti lembah, tanah lekuk, tanah yang rendah. Untuk arti lain dari lembang adalah tidak tersusun rapi, terserak-serak. Sedangkan menurut bahasa Melayu, lembang berarti air yang merembes atau rembesan air.

Apakah yang dimaksud Lebak Cawene itu Bandung bekas danau purba? Mari kita lanjutkan petualangan kita mencari lebih detil.

continue reading

TIMUR GUNUNG LAWU, TIMURNYA BENGAWAN



Di era teknologi informasi yang semakin canggih sekarang ini, orang ingin menemukan tempat manapun cukup bermodalkan HP yang terkoneksi dengan internet, maka dia bisa menemukan lokasi yang dituju. Dengan bantuan GPS atau Search Engine Google, kita bisa mencari alamat yang ingin kita tuju komplit dengan peta-nya. Guna memecahkan teka-teki letak geografis Ratu Adil , saya mengandalkan Google. Di tulisan para leluhur nusantara diawal disebutkan beberapa tempat yaitu, Timur Gunung Lawu, Lebak Cawene dan Dekat Gunung Perahu. Apakah Ratu Adil itu punya rumah di 3 tempat itu atau Ratu Adil itu adalah 3 orang yang berbeda? Apakah Putra Batara Indra, Sultan Herucakra dan Satria Piningit adalah 3 orang yang berbeda? Mari kita cari bersama-sama satu persatu letak geografis Ratu Adil agar kita mendapat titik terang:

TIMUR GUNUNG LAWU, TIMURNYA BENGAWAN

Dalam bait-bait terakhir tulisan Jayabaya, pada bait ke 161 disebutkan bahwa Putra Batara Indra berada di timur Gunung Lawu:

asalnya dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur
sebelah timurnya bengawan (sungai  besar)
berumah seperti Raden Gatotkaca
berupa rumah merpati susun tiga
seperti manusia yang menggoda


Gunung Lawu. Sudah jelas letaknya diperbatasan Jawa Tengah dengan Jawa Timur. Gunung Lawu menjadi batas alam untuk memisahkan 2 propinsi yang secara kultur memang sama-sama jawa, tapi mempunyai sedikit perbedaan. Berarti kita menemukan kata kunci pertama yaitu; Jawa Timur. Maka kita dapatkan banyak sekali kabupaten di Jawa Timur. Perlu dipersempit lagi pencarian kita.

Kemudian keterangan “timurnya sungai”.  Kita cari di Google dengan kata kunci “sungai jawa timur”. Sebelumnya saya sampaiakna bahwa Bengawan sendiri artinya adalah “sungai besar”.  Dari hasil search tadi maka akan kita temukan bahwa 2 sungai terbesar yang ada di Jawa Timur adalah Bengawan Solo dan Brantas.  Bengawan Solo lebih dikenal sebagai sungainya Jawa Tengah karena hulunya dari daerah Wonogiri. Sedang Brantas dikenal luas sebagai sungainya Jawa Timur. Sungai Brantas bermata air di Desa Sumber  Brantas (Kota Batu, Malang) yang berasal dari simpanan air Gunung  Arjuno, lalu mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto. Maka bila tulisan Joyoboyo menyebutkan bahwa rumah Putra Batara Indra adalah di timur sungai besar di jawa timur, maka dapat kita temukan bahwa kota di timur hulu sungai Brantas adalah daerah Malang. 



Guna menguatkan bahwa Malang-lah lokasi dari Putra Batara Indra, maka mari kita detil kan lagi. Kita search “Putra Batara Indra”, maka hasilnya adalah bahwa Putra Batara Indra adalah julukan Arjuna. Gunung Arjuno di Malang adalah hulu dari sungai Brantas.  Di timur Gunung Arjuno kita temukan daerah yang sejuk yang terkenal dengan Apel-nya, yaitu Malang.  Malang sendiri adalah bekas kerajaan Singasari. Malang sekarang dikenal sebagai Kota Apel dan Kota Bunga.


Nama-nama populer dari Malang adalah Soebandrio (Menteri Luar Negeri Pemerintahan Soekarno), Sudomo (Pangkopkamtib Era Orba),  Almarhum Munir (Koordinatro KONTRAS), Irfan Bachdim (Pesepakbola Nasional), Andri Wongso (Motivator).

Siapakah Putra Batara Indra dari Kaki Gunung Arjuno, Malang? Apakah salah satu dari tersebut diatas? Ataukah yang lainnya yang diluar prediksi kita?

continue reading

PAMBUKANING GAPURO



Bismillah, Alhamdulillah. Seorang sekaliber Soekarno pun menyebut dan mengharapkan datangnya Ratu Adil di Indonesia. Soekarno berkeliling dan menemui seorang petani desa yang sabar dan giat bekerja di tengah hidup yang serba sulit di masa penjajahan. Soekarno pun bertanya-tanya, apa yang membuat petani desa itu terus saja sabar dan tekun dalam penderitaan? Ternyata petani desa itu masih punya harapan, bahwa suatu saat nanti, di bumi Indonesia ini akan hadir sosok pemimpin yang akan membawa Inodnesia menuju kejayaan, yaitu Ratu Adil.

Sampai sekarang rakyat Indonesia masih menanti-nanti datangnya Ratu Adil. Masyarakat ada menyebutnya sebagai: Putra Batara Indra, Pemuda Gembala, Sultan Herucakra, Ratu Amisan, Satria Piningit. Yang unik dari tulisan-tulisan para leluhur bangsa Indonesia (Jayabaya, Siliwangi, Ranggawarsita) diatas adalah bahwa untuk tokoh-tokoh sebelum Ratu Adil yang kita cari, maka penggambaranya tidak detil, sehingga yang terjadi adalah tokoh-tokoh tersebut baru ditemukan setelah tokoh tersebut menjabat menjadi Presiden. Tidak pernah terjadi sebelum ini ada yang menggunakan tulisan leluhur bangsa kita diatas untuk meramal siapa yang akan menjadi Presiden RI dan kemudian tepat. Yang terjadi adalah, orangnya jadi Presiden baru kemudian masyarakat sadar bahwa orang itu sesuai dengan tulisan para leluhur.

 7 Satria Ronggowarsito



Dipaparkan ada tujuh satrio piningit yang akan muncul sebagai tokoh yang dikemudian hari akan memerintah atau memimpin wilayah seluas wilayah “bekas” kerajaan Majapahit , yaitu : Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro, Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar, Satrio Jinumput Sumelo Atur, Satrio Lelono Topo Ngrame, Satrio Piningit Hamong Tuwuh, Satrio Boyong Pambukaning Gapuro, Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu.Berkenaan dengan itu, banyak kalangan yang kemudian mencoba menafsirkan ke-tujuh Satrio Piningit itu adalah sebagai berikut :

1.            SATRIO KINUNJORO MURWO KUNCORO. Tokoh pemimpin yang akrab dengan penjara (Kinunjoro), yang akan membebaskan bangsa ini dari belenggu keterpenjaraan dan akan kemudian menjadi tokoh pemimpin yang sangat tersohor diseluruh jagad (Murwo Kuncoro). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Soekarno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia yang juga Pemimpin Besar Revolusi dan pemimpin Rezim Orde Lama. Berkuasa tahun 1945-1967.

2.            SATRIO MUKTI WIBOWO KESANDUNG KESAMPAR. Tokoh pemimpin yang berharta dunia (Mukti) juga berwibawa/ditakuti (Wibowo), namun akan mengalami suatu keadaan selalu dipersalahkan, serba buruk dan juga selalu dikaitkan dengan segala keburukan / kesalahan (Kesandung Kesampar). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Soeharto, Presiden Kedua Republik Indonesia dan pemimpin Rezim Orde Baru yang ditakuti. Berkuasa tahun 1967-1998.

3.            SATRIO JINUMPUT SUMELA ATUR. Tokoh pemimpin yang diangkat/terpungut (Jinumput) akan tetapi hanya dalam masa jeda atau transisi atau sekedar menyelingi saja (Sumela Atur). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai BJ Habibie, Presiden Ketiga Republik Indonesia. Berkuasa tahun 1998-1999.

4.            SATRIO LELONO TAPA NGRAME. Tokoh pemimpin yang suka mengembara / keliling dunia (Lelono) akan tetapi dia juga seseorang yang mempunyai tingkat kejiwaan Religius yang cukup / Rohaniawan (Tapa Ngrame). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai KH. Abdurrahman Wahid, Presiden Keempat Republik Indonesia. Berkuasa tahun 1999-2000.

5.            SATRIO PININGIT HAMONG TUWUH. Tokoh pemimpin yang muncul membawa kharisma keturunan dari moyangnya (Hamong Tuwuh). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Megawati Soekarnoputri, Presiden Kelima Republik Indonesia. Berkuasa tahun 2000-2004.

 6.           SATRIO BOYONG PAMBUKANING GAPURO. Tokoh pemimpin yang berpindah tempat (Boyong / dari menteri menjadi presiden) dan akan menjadi peletak dasar sebagai pembuka gerbang menuju tercapainya zaman keemasan (Pambukaning Gapuro). Banyak pihak yang menyakini tafsir dari tokoh yang dimaksud ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono.

7.            SATRIO PINANDITO SINISIHAN WAHYU. Tokoh pemimpin yang amat sangat Religius sampai-sampai digambarkan bagaikan seorang Resi Begawan (Pinandito) dan akan senantiasa bertindak atas dasar hukum / petunjuk Allah SWT (Sinisihan Wahyu). Dengan selalu bersandar hanya kepada Allah SWT, Insya Allah, bangsa ini akan mencapai zaman keemasan yang sejati.

7 Satria menurut tulisan Ranggawarsita, 6 Satrianya sudah terpenuhi. Yang Satria nomor 6 adalah: Satrio Boyong Pambukaning Gapuro, yang ini diasumsikan sebagai SBY, Presiden RI saat ini yang akan mengakhiri masa jabatanya tahun 2014, tahun depan. Tinggal 1 lagi Satria yang diharapkan membawa Indonesia menuju kejayaan yang dinamai oleh masyarakat sebagai; Ratu Adil, Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu, Sultan Erucokro, Ratu Amisan dan ini diprediksi adalah Presiden terpilih besok pada Pilpres 2014. Maka tidak heran perbicangan tentang Ratu Adil ini menghangat ikut menghangatkan hawa politik Indonesia, bahkan ada yang mengaku-aku sebagai Ratu Adil, dan ada yang mencoba mencocok-cocokan para kandidat capres sekarang ini dengan sosok Ratu Adil.

Sengaja tulisan-tulisan leluhur nusantara tidak saya tampilakan lengkap di depan, karena saya yakin banyak dari kita sudah pernah membacanya. Bagi yang belum pernah membacanya, agar bisa menikmati buku ini secara utuh, silahkan membaca tulisan-tulisan leluhur nusantara terlebih dahulu di akhir buku ini.

Prabu Jayabaya menulis; “jangan keliru mencari dewa carilah dewa bersenjata trisula wedha” dan Prabu Siliwangi juga menulis “Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati.”, sebuah pesan bahwa kedepan akan banyak orang yang mengaku-aku Ratu Adil, ada banyak orang yang salah dalam mencari Ratu Adil, maka perlu kecermatan dan ketelitian untuk mencarinya. Mari kita bersama-sama mencarinya. Bismillah, Harapan Itu Masih Ada.

continue reading

DAFTAR ISI


I.    README FIRST

II.    PAMBUKANING GAPURO (PEMBUKAAN)

III.    MENCARI LETAK GEOGRAFIS KEDIAMAN PARA SATRIA DENGAN BANTUAN KITAB KYAI GUGEL ARDHI
1.    Timur Gunung Lawu, Timurnya Bengawan
2.    Lebak Cawene (Lembah Cawan)
3.    Pohon Andong: Sebuah Benang Merah
4.    Dekat Gunung Perahu, Sebelah Barat Tempuran

IV.    PARA SATRIA ITU SEKARANG BERADA DI TENGAH-TENGAH KITA
1.    Putra Batara Indra Sang Pemuda Gembala
2.    Pemuda Berjanggut Sang Semar Badrayana
3.    Ratu Amisan alias Sultan HeruCakra

V.    KONSPIRASI BESAR MENGHADANG RATU ADIL

VI.    RATU ADIL TELADAN INDONESIA

VII.    PANUTUP

VIII.    WARISAN LELUHUR BANGSA

continue reading

Kamis, 02 Mei 2013

Harapan Itu Bernama Ratu Adil

“Itulah tanda Putra Batara Indra sudah Nampak Datang di bumi untuk membantu orang Jawa asalnya
dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur sebelah timurnya bengawan. Berumah seperti Raden Gatotkaca.
Berupa rumah merpati susun, tiga. Seperti manusia yang menggoda.”

“Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang. Lahir di bumi Mekah.
Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam
persidangan. Raja keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat
dengan Gunung Perahu, sebelah barat Tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal
sedunia.”

[ Kitab Musarar : Prabu Jayabaya, Kediri, Jawa Timur (1135-1157) ]

“Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati. Tapi ratu siapa?
darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala
(bocah angon).”

[ Uga Wangsit Siliwangi : Sri Baduga Maharaja, Pajajaran, Jawa Barat (1482-1521) ]

“Mempunyai sifat adil, tidak tertarik dengan harta benda, bernama Sultan Erucakra, tidak ketahuan asal
kedatangannya, tidak mengandalkan bala bantuan manusia, hanya sirullah prajuritnya (pasukan Allah) dan
senjatanya adalah semata-mata dzikir, musuh semua bisa dikalahkan.”
“Pajak orang kecil sangat rendah nilainya, orang kecil hidup tentram, murah sandang dan pangan.”
“Tidak ada penjahat, semuanya sudah bertobat, takut dengan kewibawaan sang pemimpin yang sangat adil dan bijaksana.”

[ Serat Kalatidha : Raden Ronggowarsito, Surakarta, Jawa Tengah (1802-1873) ]

“Tuan-tuan Hakim, apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya
“Ratu Adil”, apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya sampai hari ini masih terus menyalakan harapan
rakyat ? Tak lain ialah karena hati rakyat yang menangis itu, tak habis-habisnya menunggu-nunggu,
mengharap-harapkan datangnya pertolongan. Sebagaimana orang yang dalam kegelapan, tak
berhenti-berhentinya menunggu-nunggu dan mengharap-harap “Kapan, kapankah Matahari terbit?”.

[ Indonesia Menggugat (1930) : Presiden Soekarno ]

continue reading